Gelar Barabai sebagai Paris van Borneo atau Bandoeng van Borneo, selalu dilekatkan para penulis sejarah berkebangsaan Belanda yang menggambarkan keindahan ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Provinsi Kalimantan Selatan.
Mengenai legenda asal kata Barabai, seraya berseloroh, Humaidi pun mengartikan barabai itu berasal dari serapan dua kata, yakni bara (api) dan baik kependekan dari Arbainah. Syahdan, dari alkisah seorang ibu pembuat kue apam minta tolong dengan anaknya Arbainah berucap “Ambilkan mama bara pang bai”. Ada juga yang mengatakan Barabai berasal dari bahasa Indonesia berabe. Konon ceritanya, ada rombongan pendatang Jawa datang ke wilayah ini yang waktu itu masih banyak hutan belukar, salah seorang dari mereka berkata “Kalian jangan ke sana, tempatnya mengerikan, kalian bisa berabe (barabai)”.
Atau, beber Humaidi, kedua kisah itu bisa saja mengilhami penamaan kota Barabai. Menurutnya, kisah lain menyatakan Barabai berasal dari tiga kata ba yang berarti awalan menunjuk kata kerja, raba yang berarti timbunan batang dan ai yang berarti kata seru untuk peringatan.
Hal ini, kata budayawan ini, bermulai dari kata barabaai kemudian berubah menjadi Barabai. Sebab, dalam catatan sejarah Banjar, ada seorang pejuang bernama Singa Terbang dalam menyerang penjajah Belanda suka sekali dengan taktik menebang pohon yang kemudian potongan batangnya menghalangi perjalanan kapal-kapal Belanda dari aliran sungai bagian hilir Pajukungan Durian Gantung sampai Tabat Baru Samhuring. “Dari sini Belanda menyebut yang dulunya Batang Alai dan Kampung Kadi menjadi onderafdeling Barabai. Di samping itu, Barabai populer juga disebut sebagai Bandungnya Banjar, sedangkan Bandung punya julukan terkenal sebagai Paris van Java, maka bolehlah kiranya jika dikatakan Barabai sebagai Paris van Kalimantan padanan dari Paris van Java,” tutur Humaidi.
Artikel: M. Yasien - Hst.
Post a Comment