9jqevJBodSbbMfiMLP15Z2iuLHJ07dWxMRgBhW0R
Bookmark

Pengalaman Kkn di Kecamatan, Ilung Pasar Lama, Hst

 


     Ilung Pasar Lama merupakan salah satu desa di kecamatan Batang Alai Utara, kabupaten Hulu Sungai Tengah, provisi Kalimantan Selatan.  Luas kecamatan Batang Alai Utara ialah 65,36 KM₃. di sini terdapat 1 tempat pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas, dan mayoritas masyarakatnya ialah pemeluk agama Islam, dan tidak ditemui tempat peribadatan keagamaan lain selain mesjid dan musholla yang biasanya masyarakat menyebutnya dengan sebutan langgar (surau). Mata pencaharian masyarakatnya cukup beragam, kebanyakannya ialah bertani dan berladang. Mereka memanfaatkan potensi alam sebagai mata pencaharian pokok, diantaranya mengurusi persawahan, menyadap karet, dan menanam sayur mayur seperti kacang panjang, ubi-ubian, jagung, cabe dan sebagainya. Sebagian lagi memilih untuk berdagang di pasar maupun di toko dan warung-warung sembako, sisanya adalah para pegawai atau aparat-aparat yang mengabdi di balai desa dan profesi lain. 


     Hari pertama saya mendiskusikan beberapa kegiatan kemasyarkatan kepada Tuan Guru yang sekaligus juga menjabat sebagai ketua MUI kecamatan yakni KH. Sulaiman. Saya mengajukan kegiatan yang tidak muluk-muluk, mengingat KKN DR ini Saya lakukan secara individu maka sudah mesti kegiatannya harus bisa Saya handle sendiri. Hari selanjutnya saya melakukan observasi dan konfirmasi dengan mengunjungi kantor-kantor perangkat Desa, seperti KUA, Kantor Camat, maupun kantor Balai Desa. Saya juga mengunjungi dan bertemu dengan Kapolsek yang bernama Antoni Silalahi, Saya diizinkan untuk mendengar pembicaraan beliau yang berdiskusi dengan tokoh agama tentang rencana-rencana penggerbekan pelaku kasus tertentu yang kurang Saya Pahami seutuhnya karena tentu Saya tidak mengerti duduk persoalannya apa dan yang jelas itu bukan ranah yang harus saya ikut campuri. Tapi yang Saya pahami di sini ialah pentingnya sebuah musyawarah sebelum melakukan tindakan seperti penggerbekan tersebut, karena para keamanan memiliki wewenang sehingga bisa saja melakukannya sepihak kapanpun mereka mau, tapi pihak keamanan tersebut mau melakukan musyawarah kepada tokoh agama dan masyarakat setempat demi memperoleh jalan yang diharapkan terbaik, atau memastikan kebenaran tanpa ada pihak yang terfitnah apalagi sampai salah tangkap.



     Sebelumnya Saya juga mengikuti prosesi pernikahan teman saya di kampung ini. Mulai dari prosedur di KUA sampai kepada resepsi perniakahan. Uniknya di kampung kami masih terlaksanakan adat-adat orang dulu (bahari). mempelai perempuan dan mempelai laki-lakinya dianjurkan untuk mandi atau istilah Banjarnya ‘bapapai´. Makna kata papai dalam bahasa Indonesia berarti ‘percik’. Yang dalam praktiknya bapapai merupakan kegiatan memercik-mercikan air memakai mayang pinang kepada calon mempelai yang sedang mandi-mandi. Yang bertugas memandikan atau mempai ialah perempuan yang lanjut usia yang merupakan tetua/sesepuh di kampung dan yang paling afdhol ialah yang berasal dari keluarga. Karena bepapainya dilakukan di depan rumah atau halaman. Tentu ini dilakukan karena antusiasme warga kampung dari golongan ibu-ibu dan anak-anak untuk menyaksikannya dan ini sungguh benar-benar meriah. Setelahnya anak-anak berebut ingin memandikan atau setidaknya mencuci muka mereka dengan air bapapai yang tersisa , karena itu dipercaya membawa keberuntungan. Saya ikut berpartisipasi dan  bergotong royong sampai acara resepsinya selesai. Yang saya dapati sungguh di acara seperti ini di kampung tentu sangat membutuhkan bantuan dari masyarakat. Berbeda dengan orang di perkotaan yang mungkin bisa saja menggunakan jasa catering sebagai cara praktis menyiapkan hidangan. di kampung hampir tidak mengenal itu karena dengan bergotong royong mereka akan mempererat tali silaturrahmi dan kekeluargan. Serta jika sudah dibantu maka mereka seperti punya rasa hutang budi sehingga akan membantuu yang lainnya pula jika ada acara atau momentum tertentu yang tidak bisa dilakuan sendiri.


     Di kampung kami, anak-anak mengeyam pendidikan dasar di SDN 2 Sumanggi. Beberapa anak juga mengenyam pendidikan di madrasah yang terletak cukup jauh dan harus menyebrang jalan raya terlebih dahulu. Minat belajar mereka di madrasah sebenarnya juga cukup tinggi, hanya saja  karena jaraknya yang cukup jauh dan harus menyebrangi jalan raya jadi cukup membahayakan anak-anak yang kebanyakannya jika pergi ke suatu tempat mereka menggunakan sepeda.  Mobil-mobil serta truk-truk besar yang berlalu lalang di jalan raya pasti juga  membuat orang tua mereka khawatir karena karakter anak-anak yang identik dengan tidak hati-hati alias ceroboh. Mungkin karena itu lah mereka banyak yang belum belajar bahasa Arab, bahkan menghitung dalam bahasa Arab pun belum tahu. Itulah informasi yang kini Saya dapatkan ketika membantu guru ngaji kami untuk mengajari anak-anak selepas magrib.



Beliau bernama ustadzah NorAzizah,   karena beiau merupakan kerabat dekat yang terhitung sepupu dengan Saya. Saya memanggil beliau dengan sebutan Kak Jijah. Saya dulu sewaktu masih berseragam merah-putih juga ikut belajar ngaji ke beliau. Pengabdian ini sudah beliau mulai berpuluh-puluh tahun lamanya dan murid beliau sudah pasti banyak sekali. Beliau mengungkapkan perasaan senang karena merasa terbantu. Itu diakibatkan banyaknya jumlah anak yang mengaji ke beliau dan takut anak-anak itu pulang agak larut malam, maklumlah suasana kampung tentulah sepi tidak seperti perkotaan.



     Saya baru menyadari setelahnya bahwa sedikit sekali yang ingin berkontribusi dalam bidang ini. Mungkin karena mungkin belum mumpuninya ilmu atau tidak tertariknya, padahal ini merupakan ladang amal jariyyah yang pahalanya akan terus mengalir ke si pengajar walaupun dia tak mampu mengajar karena sakit atau halangan apapun ataupun karena sudah meninggal.


     Mengajar ngaji selepas magrib merupakan rutinitas Saya, selain untuk mengisi agenda KKN, keuntungan yang Saya dapatkan adalah memperoleh ketenangan batin. Beberapa malam setelahnya Saya menanyakan ke anak-anak mengenai seberapa berminatnya mereka kalau Saya mengadakan program belajar bahasa Arab.


     Di luar dugaan antusiasme mereka sungguh besar utuk belajar bahasa Arab. Keesokan harinya Saya menyulap ruang tamu rumah Saya menjadi ruang belajar, dilengkapi dengan papan tulis yang sederhana berukuran sedang. Anak-anak berdatangan dan Saya mengajari mereka bagaimana menyapa dalam bahasa Arab dan memperkenalkan diri. Banyak yang masih malu-malu dan Sebagian besar dari mereka mengungkapkan bahwa inilah awal kali mereka pernah belajar Bahasa Arab. Orang tua Saya senang sekali melihat Saya mengajar anak-anak di rumah. Dan Ayah Saya menjadi donatur tetap yang membiyai konsumsi dan sesekali beliau pula membelikan makanan ringan sebelum kami istirahat.  



     Selepas Ashar Saya juga membantu sebagai  pengajar di TKA dan TPA al Mubarok. Saya melihat tempat tersebut jauh lebih bagus dan dikelilingi pagar yang cukup tinggi, tentu berbeda dengan waktu dulu Saya belajar di sini karena itu sudah sekitar 10 tahun berlalu. Sistem pembelajarannya masih konvensional, yakni di mana guru hanya perlu menyimak peserta didik membaca al Quran dan akan dikoreksi jika terdapat bacaan yang keliru.


     Saya juga mengikuti acara yasinan yang diadakan seminggu sekali dan itu berlangsung di malam hari. Acara ini diadakan oleh ibu-ibu di kampung Ilung Pasar Lama.


     Saya awalnya merasa canggung karena semuanya adalah ibu-ibu, tapi karena mereka ramah akhirnya Saya bisa berbaur. Saya juga salut karena walaupun ini diadakan di kampung yang cukup aman karena belum ada laporan yang terinfeksi virus covid 19 tapi mereka sudah mentaati protocol Kesehatan, salah satunya yang Nampak ialah penggunaan masker, Pembacaan Yasin dan surah-surah pilihan lainnya dipimpin oleh perempuan tetua di kampung.


     Program pembelajaran bahasa Arab setiap harinya berjalan lancar, Saya dan anak-anak mendapatkan tempat pencucian tangan oleh pak Kapolsek Antoni Silalahi. Pada saat yang sama pula saya mengajarkan bagaimana mencuci tangan yang benar sebagai salah satu upaya untuk memutuskan rantai peyebaran virus covid 19. Mereka juga memakai masker dan itu selalu saya ingatkan agar mereka jangan selalu membawanya dari rumah sebelum berangkat ke tempat Saya.


     Hari-hari berlalu, tidak terasa sudah di ujung waktu untuk tahap KKN DR ofline. 20 hari berlalu . saya mengikuti kegiatan kemasyarakatan dan ikut berkontribusi walau tak terlalu besar yang bisa Saya berikan untuk kampung halaman Saya ini. Program bahasa Arab juga ditutup dengan membahagiakan namun juga mengharukan, mereka meminta Saya untuk terus melanjutkan program ini. Saya berjanji kepada mereka kalau pulang kampung lagi Saya akan meneruskannya dan Saya juga harus secepatnya ke Banjarmasin karena berbagai urusan. Tujuan saya mengajarkan bahasa Arab ialah agar menumbuhkan rasa cinta  sejak dini terhadap bahasa Arab yang merupakan bahasa agama Islam dan bahasa al Quran. Itu semua Saya sadari karena banyaknya anak muda yang zaman sekarang yang anti dengan bahasa Arab karena mengannggapnya terlalu sulit, Saya dulu juga begitu sebelum masuk pondok pesantren. Karena Saya pernah mengalaminya jadi Saya tak ingin mereka seperti Saya yang dulu. Pencapaian mereka dalam belajar sangat memuaskan, banyak dari mereka yang menyatakan dipuji keluarganya yang pernah mondok di pesantren. Mereka dipuji karena walaupun masih kecil sudah pandai mengucapkan sapaan bahasa Arab, kata-kata Mutiara, serta mentashrif. 


     KKN DR tahap online juga berjalan dengan lancar berkat Kerjasama dari kelompok 96 dan bimbingan dosen supervisor kami Dra. Hj. Fitriana Syarqawie, M.H.i.


    Saya tidak bisa menarasikan semua kegiatan yang Saya jalani Ketika KKN DR ini, namun pada intinya Saya mendapatkan banyak ilmu serta pengalaman baru yang mungkin tidak akan Saya dapatkan di tempat lain.


     Saya bersyukur dan berterimaksih atas segenap orang-orang yang telah menyumbang kemurahan hati mereka untuk menyukseskan KKN DR ini. 


Oleh: Madinatul Munawarah

Post a Comment

Post a Comment