9jqevJBodSbbMfiMLP15Z2iuLHJ07dWxMRgBhW0R
Bookmark

Sejarah Barabai Hst memisahkan diri dari kandangan Hss

 


     Di era kolonial Belanda, Barabai merupakan daerah bawahan atau administrasi (onderafdeeling) Kandangan yang menjadi pusat kontrol di wilayah Banua Lima (kini menjadi Banua Anam). Hal ini merujuk pada Staatblaad Tahun 1898 Nomor 178, Barabai yang bernama Onderafdeeling Batang Alai en Labooan Amas dipimpin seorang controller (setingkat bupati di era sekarang).

     Sejak 14 Februari 1957, Barabai kemudian memisahkan diri dari induknya Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS). Namun, dalam memori orang-orang Belanda tempo dulu, Barabai tetap dikenang sebagai ‘surga’ di kaki Pegunungan Meratus. Bagaimana tidak, pemukiman elit Belanda, arena pacuan kuda, lapangan tenis, bioskop, rumah sakit dan berbagai fasilitas jalan dan jembatan dibenahi serius, hingga menciptakan Kota Barabai sebagai kota modern di eranya. Hal ini bisa dilihat dari peta yang dibuat antara 1920-1921 yang dipublikasikan Koninglijk Instituut voor taal, land en volkenkunde,  Leiden Belanda pada tahun 1924, sebagai bagian dari tata kota ala Negeri Kincir Angin ini.

     “Barabai merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan. Tak mengherankan, jika kalangan Belanda menamakan Barabai sebagai Paris van Borneo. Ya, karena daya tarik alami dan romatisme wilayahnya yang sejuk, dingin dan terkadang berkabut di pagi hari,” ujar pemerhati budaya dan arsitektur Balai Adat, Abdul Hakim di Paringin, Selasa (28/2/2017).

     Di bawah kepemimpinan Gerard Louwrens Tichelman, yang menjadi Controller Belanda di Barabai pada 1926-1929, derap pembangunan ala Eropa merasuki ‘Kota Apam’. Pegawai negeri Pemerintahan Kolonial Belanda yang lahir di Palembang pada 31 Januari 1893, dan meninggal dunia di Harlem Belanda, 3 Januari 1962 ini, foto-foto pembangunan Kota Barabai tersimpan dan menggambarkan bagaimana kota ini didesain apik menuju kota modern ala Paris, Perancis.

     Ada bioskop Juliana Theater  (926) di Jalan Prinsen Adrian Weg (atau Prinsedran ala dialek Barabai), yang kemudian berganti menjadi Pasar Garuda di Jalan Pangeran Ir PM Noor, merupakan buah karyanya. Dan, setiap kali memeriahkan hari ulang tahun Ratu Belanda, diadakan pacuan kuda dan sepda di Paardenrances, di lokasi yang sama. Dengan mengambil rute, start dari Simpang Tengkarau hingg finish di Kerkof (pekuburan Belanda) Simpang Manjang. Atau, pembangunan Ziekenhuis atau Hostipal Barabai yang merupakan fasilitas kesehatan terbuka bagi masyarakat umum, merupakan peninggalan Gerrad Louwrens Tichelman.

     “Dalam membangun rumah atau gedung, Belanda juga tak melupakan arsitektur lokal. Ya, setidaknya, ada dua jenis seni arsitektur Balai Adat yang diterapkan Belanda dalam pembangunan gedung atau rumah di Barabai,” tutur Abdul Hakim.

     Ia menjelaskan dua jenis bangunan khas Dayak Meratus di daerah hulu Sungai Batang Alai bernama Balian Rungkah (Alai) dan Balian Riwah (Hantakan) turut mempengaruhi gaya-gaya bangunan ala kolonial Belanda di Barabai. Hakim mencontohkan gaya Balaian Rungkah ini bisa dilihat dalam Rumah Jabatan Controller Belanda, dan ditempati Bupati HST selanjutnya, sebelum direvonasi.

     “Ini membuktikan jika aroma arsitektur lokal masih tetap dipertahankan Belanda dalam bentuk bangunan yang ada di kota Barabai, maupun daerah lainnya seperti di Birayang, dan kawasan lainnya,” tutur Abdul Hakim.

     Sedangkan, cendikiawan dan budayawan Nahdlatul Ulama (NU) Humaidi mengatakan gelar Barabai sebagai Paris van Borneo atau Bandoeng van Borneo juga lekat dengan kondisi geografis dan topografi Barabai sendiri. “Bandung mungkin menjadi kota yang sejuk di Jawa Barat, karena diapik Gunung Tangkuban Perahu ditambah legenda Sangkuriang. Sedangkan, Barabai dikelilingi Gunung Pagat yang menjadi bagian dari Pegunungan Meratus, dengan legenda Batu Benawanya,” tutur Humaidi.

     Ia pun setuju dengan asumsi gadis-gadis Bandung yang terkenal geulis (cantik), hal serupa juga terdapat di Kota Barabai yang bungas-bungas. “Ya, kondisi alam yang juga mempengaruhi pigmen kulit warga Kota Barabai,” tuturnya.

Artikel: M. Yasien - Hst.

Post a Comment

Post a Comment