GoresanNews - Tradisi adu betis atau istilah lainnya adalah melancar dari Sulawesi Selatan Indonesia sendiri memiliki tradisi yang unik atau tradisi-tradisi yang ekstrim salah satunya adalah tradisi adu betis yang berada di di kecamatan moncongloe W kabupaten Maros.
Dimana mereka melakukan tradisi ini sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberhasilan panen mereka tradisi melancar ini juga dilakukan sebagai salah satu ungkapan kepada leluhur mereka yang telah menjaga Gowa Bone dan menjadi untuk adu betis ini dilakukan untuk melakukan atau menjalin hubungan dan kerukunan antar masyarakat.
Terlihat dari khawatir seluruh warga itu berikut dalam pelaksanaan adu betis ini. Selain itu tradisi adu betis ini dilakukan setiap bulan Agustus dan dilakukannya pada Sulawesi Selatan, mereka melakukan ini padahal bulan Agustus atau pada akhir bulan karena di tempat daerah mereka atau di sawah mereka merupakan sawah yang tadah hujan.
Tradisi melancar ini adalah tradisi luhur yang tidak bisa dilakukan di sembarang tempat harus dilakukan di tempat yang leluhur mereka atau di makam leluhur mereka yakni makam gelarang monconglowe yaitu Desa leluhur monconglowe atau Paman dari Raja Gowa yaitu Sultan Alauddin. Mereka disini para wanita akan membuat membawa makanan untuk dimakan bersama di acara tersebut.
Tradisi melancar ini dilakukan dengan cara mengada2 kelompok Edi dengan cara berkelompok yang pertama ada dua orang yang telah melakukan sikap kuda-kuda lalu yang lainnya akan menendang betis tersebut yang uniknya lagi adalah tradisi adu betis ini dijadikan perlombaan atau Hi to bisa diistilahkan tidak ada menang atau kalahnya karena tradisi ini hanya melihat seberapa kuat dari kekuatan pesertanya.
Nah tradisi ini pun juga tidak jarang bisa membuat para pesertanya mengalami cedera atau juga mengalami patah tulang fatalnya lagi bisa terjadi yang namanya kelumpuhan total pada mereka tapi tradisi ini tetap dilakukan oleh masyarakat Sulawesi Selatan karena selalu ditunggu-tunggu setiap tahunnya, karena itu menjadi tradisi yang luhur l turun-temurun dari leluhur mereka.
Nah masyarakat ini juga menunggu kedatangan hari panen itu atau tradisi itu terus-menerus ya walaupun banyak yang terjadi kecederaan atau muka serta patah tulang dan Wulan tradisi ini masih dilakukan sampai sekarang.
Post a Comment